15 Oktober 2025

Sejarah Lahirnya Lampung, Awalnya Keresiden dari Sumatera Selatan

Koropak.co.id – Provinsi Lampung lahir pada 18 Maret 1964 seiring dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 31964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964. Jauh sebelum itu, Provinsi Lampung merupakan Karesidenan yang tergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan.

Meskipun sebelum 18 maret 1964 Provinsi Lampung secara administratif masih merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan, namun jauh sebelum Indonesia merdeka, daerah ini memang sudah menunjukkan potensi yang sangat besar serta corak warna kebudayaan tersendiri yang dapat menambah khasanah adat dan budaya di bumi Nusantara.

Oleh karena itulah, pada zaman VOC daerah Lampung tidak terlepas dari incaran penjajahan Belanda. Tatkala Banten dibawah pimpinan Sultan Agung Tirtayasa (1651-1683) Banten berhasil menjadi pusat perdagangan yang dapat menyaingi VOC di perairan Jawa, Sumatera dan Maluku. 

Dalam upaya meluaskan wilayah kekuasaan Banten, Sultan Agung ini mendapat hambatan karena dihalang-halangi VOC yang bercokol di Batavia. Putra Sultan Agung Tirtayasa,Sultan Haji pun akhirnya diberi tugas untuk menggantikan kedudukan mahkota kesultanan Banten.

Dengan kejayaan Sultan Banten pada saat itu, tentu saja tidak menyenangkan bagi VOC. Sehingga VOC pun selalu berusaha untuk menguasai kesultanan Banten. Siapa sangka, usaha VOC ini berhasil dilakukan dengan jalan membujuk Sultan Haji sehingga membuatnya berselisih paham dengan sang ayah, Sultan Agung Tirtayasa. 

Dalam perlawanan menghadapi ayahnya sendiri, Sultan Haji meminta bantuan VOC dan sebagai imbalannya Sultan Haji akan menyerahkan penguasaan atas daerah Lampung kepada VOC. Pada akhirnya, 7 April 1682 Sultan Agung Tirtayasa resmi disingkirkan dan Sultan Haji dinobatkan menjadi Sultan Banten.

Dari hasil perundingan-perundingan antara VOC dengan Sultan Haji juga menghasilkan sebuah piagam dari Sultan Haji tertanggal 27 Agustus 1682 yang isinya antara lain menyebutkan bahwa sejak saat itu pengawasan perdagangan rempah-rempah atas daerah Lampung diserahkan oleh Sultan Banten kepada VOC yang sekaligus memperoleh monopoli perdagangan di daerah Lampung.

Dilansir dari lampungprov.go.id, pada 29 Agustus 1682 iring-iringan armada VOC dan Banten yang dipimpin oleh Vander Schuur dengan membawa surat mandat dari Sultan Haji dan membuang sauh di Tanjung Tiram. Ekspedisi Vander Schuur yang pertama ini ternyata tidak berhasil dan ia tidak mendapatkan lada yag dicari-carinya. 

Sepertinya perdagangan langsung antara VOC dengan Lampung yang dirintisnya itu mengalami kegagalan, karena ternyata tidak semua penguasa di Lampung langsung tunduk begitu saja kepada kekuasaan Sultan Haji yang bersekutu dengan kompeni.

Akan tetapi banyak yang masih mengakui Sultan Agung Tirtayasa sebagai Sultan Banten dan menganggap kompeni tetap sebagai musuh. Sementara itu, timbul keragu-raguan dari VOC apakah benar Lampung berada dibawah Kekuasaan Sultan Banten, dan ternyata baru diketahui bahwa penguasaan Banten atas Lampung itu tidak mutlak.

Baca : Batam dan Hikayatnya yang Melegenda

Diketahui, penempatan wakil-wakil Sultan Banten di Lampung yang disebut “Jenang” atau terkadang disebut Gubernur hanyalah dalam mengurus kepentingan perdagangan hasil bumi (lada) saja. Sedangkan untuk penguasa-penguasa Lampung asli yang terpencar di setiap desa atau kota yang disebut “Adipati” secara hirarkis tidak berada dibawah koordinasi penguasaan Jenang Gubernur. 

Jadi penguasaan Sultan Banten atas Lampung ini adalah dalam hal garis pantai saja, dalam rangka menguasai monopoli arus keluarnya hasil-hasil bumi terutama lada. Sehingga dengan demikian sudah jelas hubungan Banten-Lampung adalah dalam hubungan saling membutuhkan satu dengan yang lainnya.

Selanjutnya pada masa Raffles berkuasa di tahun 1811, ia berhasil menduduki daerah Semangka dan tidak mau melepaskan daerah Lampung kepada Belanda dikarenakan Raffles beranggapan bahwa Lampung bukanlah jajahan Belanda. Namun setelah Raffles meninggalkan Lampung, baru kemudian pada tahun 1829 ditunjuk Residen Belanda untuk Lampung.

Kala itu, di daerah pedalaman masyarakat tetap melakukan perlawanan, sehingga “Jalan Halus” dari Belanda dengan memberikan hadiah-hadiah kepada pemimpin-pemimpin perlawanan rakyat Lampung tidak membuahkan hasil. 

Akibatnya, Belanda tetap merasa tidak aman hingga mereka pun membentuk tentara sewaan yang terdiri dari orang-orang Lampung itu sendiri untuk melindungi kepentingan-kepentingan Belanda di daerah Telukbetung dan sekitarnya. 

Perlawanan rakyat Lampung yang kala itu digerakkan oleh putra Radin Imba Kusuma bernama Radin Inten II terus berlangsung sampai  pada akhirnya Radin Inten II ditangkap dan dibunuh oleh tentara-tentara Belanda yang secara khusus didatangkan dari Batavia.

Sejak saat itulah, Belanda mulai leluasa dalam menancapkan kakinya di daerah Lampung. Perkebunan pun mulai dikembangkan yaitu penanaman kaitsyuk, tembakau, kopi, karet dan kelapa sawit. Kemudian untuk kepentingan-kepentingan pengangkutan hasil-hasil perkebunan itu, maka tahun 1913 dibangun jalan kereta api dari Telukbetung menuju Palembang.

Sementara itu, hingga menjelang Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 dan periode perjuangan fisik setelah itu, putra Lampung tidak ketinggalan ikut terlibat dan merasakan betapa pahitnya perjuangan dalam melawan penindasan penjajah yang silih berganti. Sehingga pada akhirnya di tahun 1964, Keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat I Provinsi Lampung.*

Lihat juga : Simak Berbagai Video Menarik Lainnya Disini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *